Keserakahan: Keinginan Untuk Lebih


3 MENIT BACA
Langkah Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!


16 Mei 2013
373. Keserakahan: Keinginan Untuk Lebih

Berpikir Ulang Tentang Keserakahan
Pada jaman sekarang ini, tampaknya menjadi serakah itu baik-baik saja, asalkan Anda tidak bertindak bodoh, angkuh, atau secara kurang ajar tidak peka akan perasaan orang lain. Pandangan ini dipacu oleh organisasi-organisasi yang memberi imbalan kepada para CEO dengan paket kompensasi yang berlebihan. Donald Trump, seorang jutawan real-estate dan selebriti televisi, berkata, “Perasaan saya campur aduk tentang keserakahan dianggap dosa di tempat kerja. Saya percaya Anda harus dimotivasi oleh sejenis rasa tidak pernah puas akan keberhasilan.”1

Orang biasanya menganggap keserakahan sebagai dorongan untuk mencapai dan memperoleh lebih banyak, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ironisnya, gairah ini membuat kita merasa tidak puas dengan apa yang kita miliki dan terobsesi dengan apa yang belum kita miliki. Biarawan Kristen abad ke empat, Evagrius dari Pontus, yang menghabiskan dekade terakhir hidupnya untuk berdoa dan memeriksa dengan seksama emosi-emosinya yang membandel, menulis bahwa keserakahan bukan hanya tendensi untuk mengakumulasi lebih banyak benda-benda materi. Orang-orang yang serakah, kata Evagrius, sibuk dengan “memikirkan apa yang belum ada.”2 Sepuluh Perintah Allah menyebut varian pemikiran kecanduan ini “keserakahan.”

---
Dikutip dari buku Taking Your Soul to Work (Paul Stevens & Alvin Ung, 2012), seizin Literatur Perkantas.

Esok: Keserakahan: Keinginan Untuk Lebih (lanjutan)