Pernikahan Kristen


3 MENIT BACA
Langkah Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!


1 Pebruari 2013

315. Pernikahan Kristen
Belakangan ini semakin banyak pernikahan yang bermasalah dan terancam bubar. Banyak pasangan yang akhirnya bercerai, tidak terkecuali dengan pernikahan Kristen. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah mungkin karena konsep tentang pernikahan yang tidak jelas atau salah pada sebagian orang. Akibatnya, ikatan pernikahan menjadi lemah dan rentan terhadap perceraian. Dalam Alkitab, nilai dan makna pernikahan dinyatakan dengan tegas dan jelas. Inilah yang akan kita bahas bersama-sama.

Pertama, pernikahan adalah inisiatif Allah. Kita membaca: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Jadi, bukan manusia yang mengatakan ketidakbaikan dari kesendiriannya, melainkan Allah. Dalam kisah penciptaan, di sinilah pertama kali Allah mengatakan “tidak baik”. Ini sangat menarik karena sebelumnya Allah menilai segala ciptaan-Nya “baik”, bahkan “sungguh amat baik” (baca Kej. 1:10, 12, 18, 21, 25 dan Kej. 1:31). Dari sini kita belajar bahwa pada mulanya kesendirian (hidup tidak menikah) bukanlah rencana Allah. Jika demikian, bagaimana kita menjelaskan bahwa tidak menikah seakan-akan sesuatu yang wajar dalam Perjanjian Baru? Dalam hal ini, saya menyetujui teolog Simon Chan. Di depan mahasiswanya ketika sedang mengajar mengenai topik ini, dia menegaskan, “Singleness is an abnormal thing in a normal world. But it is a normal thing in the abnormal world” (Kesendirian merupakan hal yang tidak normal dalam dunia yang normal. Tetapi kesendirian merupakan hal yang normal dalam dunia yang tidak normal). Maksudnya, ketika dunia belum jatuh ke dalam dosa (Kej. 3), maka hal yang normal adalah menikah. Akan tetapi, ketika dunia telah jatuh ke dalam dosa (abnormal), kesendirian menjadi hal yang normal. Perang telah mengakibatkan perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah laki-laki dan perempuan, di mana umumnya laki-laki banyak yang meninggal karena perang. Kenyataan ini mendorong kita memberi tempat pada kemungkinan hidup sendiri (tidak menikah). Itulah sebabnya, saya sangat bersyukur ketika menyaksikan seseorang, khususnya perempuan, mendapatkan teman hidupnya.

---
Dikutip dari buku Bagaimana Kristen Berpacaran (Mangapul Sagala, 2011: hal. 53-54), seizin Literatur Perkantas.

Esok: Pernikahan Kristen (lanjutan)