Pernikahan Kristen (lanjutan)


3 MENIT BACA
Langkah Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!


11 Pebruari 2013

321. Pernikahan Kristen (lanjutan)
Keenam, pernikahan harus dengan yang sepadan. Allah berfirman, “Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia (Kej. 2:18b).” Pertanyaannya  adalah, apa artinya “penolong yang sepadan” itu? Disadari atau tidak, banyak orang tua juga pemuda-pemudi yang salah mengartikan kata “sepadan” ini. Misalnya, ada orang yang mengartikan kata sepadan dengan memiliki tingkat osial yang sama. Bagi mereka orang kaya harus menikah dengan orang kaya. Karena alasan ini, ada orang tua yang tidak menyetujui calon menantunya yang tidak berasal dari keluarga kaya seperti mereka. Ada juga yang mengartikannya sebagai memiliki pendidikan yang sama. Jadi, seorang perempuan yang bergelar S1 minimal harus menikah dengan laki-laki yang S1 juga. Dalam pelayanan
konseling di daerah, seorang perempuan yang cukup berumur datang kepada saya untuk membicarakan tentang teman hidup. Dia bercerita tentang seorang laki-laki yang mengasihinya dan telah menjalin hubungan dengannya. Saya bertanya, “Mengapa Anda tidak segera menikah dengan dia?” “Ah bang, dia hanya lulusan SMU, orang tua saya mengatakan hal itu tidak sepadan.” Padahal, dari ceritanya saya dapat menyimpulkan bahwa pemuda itu adalah seorang yang sangat bertanggung jawab. Hal itu terbukti dari kerelaannya berhenti sekolah dan mencari pekerjaan agar dapat menyekolahkan adik-adiknya. Di pihak lain, ada juga yang memaknai kata “sepadan” bukan dari segi tingkat sosial dan pendidikan, karena hal-hal tersebut dapat diusahakan dan dimiliki kelak. Mereka ini menganggap sepadan berarti memiliki suku dan latar belakang budaya yang sama. Oleh karenanya, sebisa mungkin mereka akan berupaya untuk tidak terjadi pernikahan antarsuku dan budaya yang berbeda.

Jadi, bagaimanakah seharusnya? Tentu saja baik dan tidak salah menikah dengan orang yang memiliki tingkat sosial dan pendidikan yang sama. Demikian juga tidak salah bahkan mungkin lebih baik–dilihat dari beberapa aspek tertentu–menikah dengan orang yang berasal dari suku yang sama. Namun, bagi saya hal-hal itu tidak mutlak karena Alkitab tidak pernah memutlakkan pernikahan semacam itu. Yang dimutlakkan Alkitab adalah agar kita menikah dengan orang yang seiman, sebagaimana rasul Paulus pernah melarang, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya (2 Kor. 6:14a).” Rasul Paulus memberi alasan terhadap larangan tersebut, “Sebab persamaan apakah yang terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau, bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap (2 Kor. 6:14b)?”

---
Dikutip dari buku Bagaimana Kristen Berpacaran (Mangapul Sagala, 2011: hal. 57-59), seizin Literatur Perkantas.

Esok: Pernikahan Kristen (lanjutan)