Menyingkap Bingkisan Berharga (lanjutan)


3 MENIT BACA
Langkah Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!


14 Maret 2013

343. Menyingkap Bingkisan Berharga (lanjutan)
Rasul Paulus menyesuaikan pemberitaannya dengan para pendengarnya. Ketika berbicara kepada orang Yahudi, ia mengacu pada Kitab Suci Yahudi yang kita sebut Perjanjian Lama (Kis 17:2). Dengan sesama orang Yahudi, ia memiliki dasar bersama ini. Akan tetapi, ketika berdiri di hadapan para pendengar yang bukan Yahudi, semisal kaum intelektual di Atena (Kis 17), ia tidak menyebut Kitab Suci (Kis 17:16-31). Sebaliknya, ia mengutip karya para penulis dan pujangga sekuler yang dikenal pendengarnya. Berita Injil tidak pernah berubah. Namun, metode yang digunakan Paulus berubah (bnd. 1 Korintus 9.20-22). Kita harus memutuskan bagaimana berbicara dengan orang yang kepadanya kita berbagi tentang iman kita, sebab tugas ini tergantung pada kita. Tetapi, perubahan hati manusia tergantung pada Allah dan kita harus bersandar pada Dia untuk menghasilkan buah.

Sebagian orang percaya yang berniat baik menjadi gusar, karena kami hendak menyajikan bukti kepada orang-orang yang bukan Kristen. Mereka berkeberatan, “Menyediakan bukti berarti menyingkirkan faktor iman. Kita harus menyajikan Injil saja.  Kita hanya menyampaikan Injil kepada mereka dan membagikan kesaksian tentang bagaimana Allah mengubah hidup kita.” Kendati maksud mereka mulia, kami yakin mereka naif. Mengapa kesaksian pribadi sebagai pelengkap kepada Injil dianggap metode yang “terilhami”? Apa bedanya dengan menampilkan bahan bukti ketika menyajikan Injil? Jika menyajikan Injil plus apologetika dinilai salah, mengapa menyampaikan Injil plus kesaksian dinilai benar? Para rasul tidak membatasi diri mereka hanya pada pernyataan sederhana mengenai Injil. Mereka siap menjawab pertanyaan-pertanyaan sukar dan kita pun mestinya demikian.

---
Dikutip dari buku The Case for the Resurrection of Jesus (Gary R. Habermas, Michael Licona, 2013), seizin Literatur Perkantas.

Esok: Menyingkap Bingkisan Berharga (lanjutan)