3 MENIT
BACA
Langkah
Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!
11 April 2013
357. Dewa yang Hidup (lanjutan)
Di
Indonesia, dan di banyak negeri, orang biasa membedakan Sang Ilah dan ilah-ilah
lain dengan menggunakan huruf besar dan huruf kecil: Allah dan allah
(sebetulnya lebih tepat “ilah”), Tuhan dan tuhan, Atua dan atua (bahasa
Maori), Mungu dan mungu (bahasa Swahili), God dan god (bahasa
Inggris dan Belanda), Deus dan deus (bahasa Portugis), dan
sebagainya. Namun, Anda tidak akan menjumpai pembedaan macam itu dalam naskah
Yunani dan Ibrani Alkitab. Naskah Ibrani Perjanjian Lama tak mengenal huruf
besar-huruf kecil, sedang naskah Yunani Perjanjian Baru disuratkan dengan huruf
besar semua. Atua dan atua atau Deus dan deus dibedakan
oleh para penerjemah Alkitab sesuai dengan sosok ilah, dewa, sembahan yang
dimaksud dalam ayat-ayat yang bersangkutan.
Theos
dan
elohim. Dua nama yang berbeda dari dua latar budaya yang berbeda. Bahwa
orang Yunani, Ibrani, dan Kanaan punya nama umum untuk sosok berkuasa yang
mengatasi manusia dengan sendirinya mengaminkan pernyataan Paulus, “Ia bukan
tidak menyatakan diri-Nya.” Nalarnya sederhana: Jika Ia menyatakan diri kepada
bangsa-bangsa—dengan cara apa pun dan seberapa tajam atau tumpul pun
bangsa-bangsa menanggapinya—tentulah bangsa-bangsa punya nama untuk
menyebut-Nya. Bagaimana mungkin manusia tidak menamai sesuatu yang menjadi
nyata baginya? Dan jika bangsa-bangsa punya nama untuk menyebut Sang Pencipta,
pastilah nama-nama itu tak seragam, sebab Sang Pencipta sendiri telah
meragamkan bahasa manusia sejak peristiwa di Babel (Kej. 11:1-9).
Secara
menakjubkan, Alkitab mengemukakan contoh nama-nama yang tak seragam itu. Saya
akan mengajak Anda menjenguk sekilas nama-nama ilahi, yakni nama-nama untuk
Sang Pencipta, dalam bahasa asli Alkitab. Sekilas saja, karena titik berat
bahasan kita bukanlah nama-nama itu sendiri, melainkan ide daulat Allah atas
semesta yang terungkap lewat penggunaannya. (Keterangan lebih lanjut tentang
nama-nama itu bisa Anda timba dari pustaka dan tulisan lain di rak toko buku
ataupun di dunia maya.) Jengukan sekilas ini akan memperkuat penghayatan kita
bahwa Allah memang “bukan tidak menyatakan diri-Nya kepada bangsa-bangsa,”
yakni rakyat-Nya dan milik-Nya. Ia memang Dewa yang hidup.
---
Dikutip dari buku Tuhan Gunung atau Tuhan
Alam Semesta? (Samuel Tumanggor, 2011: hal. 45-46), seizin Literatur
Perkantas.