Dewa yang Hidup


3 MENIT BACA
Langkah Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!


9 April 2013
355.     Dewa yang Hidup
Jawaban untuk “mengapa” itu berada di inti ide daulat atas semesta: karena Allah “memenuhi langit dan bumi” dengan kemahahadiran yang bersifat aktif terhadap semua makhluk-Nya (termasuk Nekho) dan dalam segala bidang hidup makhluk-Nya, sungguhpun dunia ini sudah jatuh ke dalam dosa. Dosa memang menyabot hubungan mesra Allah dengan manusia, makhluk-Nya yang termulia, tetapi tidak membuat Allah menarik diri dari hidup dan dunia manusia. Justru karena fakta sabotan dosa, Allah menunjukkan kasih dan rahmat-Nya dengan tetap dan terus menyatakan diri kepada manusia dari segala bangsa. Tujuan besarnya adalah supaya mereka dapat kembali ke dalam hubungan mesra dengan-Nya.

Paulus mengungkit hal itu di depan umat Dewa Zeus di Likaonia, tepatnya di Kota Listra (sekarang Gökyurt di negeri Turki modern), ketika mereka terpukau karena ia menyembuhkan seorang lumpuh. “Dalam zaman yang lampau,” kata sang rasul, “Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan” (Kis. 14:16).

Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya! Bahwa si lumpuh jadi bisa melompat, berdiri, dan berjalan pun menunjukkan pernyataan diri Allah kepada orang Likaonia. Bahwa Nekho II bisa menerima pesan surga pun menunjukkan pernyataan diri Allah kepada orang Mesir. Kedua contoh pernyataan Allah ini malah lebih istimewa daripada pernyataan umum lewat hujan, musim, makanan, dan kegembiraan.

---
Dikutip dari buku Tuhan Gunung atau Tuhan Alam Semesta?  (Samuel Tumanggor, 2011: hal. 43-44), seizin Literatur Perkantas.

Esok: Dewa yang Hidup (lanjutan)