3 MENIT BACA
Langkah
Kecil untuk Pertumbuhan Rohani Anda!
29 April 2013
Iman di Saat Krisis
369. Kasih Karunia Injil
Suatu hubungan yang dipupuk dengan kasih karunia dapat
mengambil risiko untuk menyampaikan kebenaran. Dengan Yesus
sebagai teladan, bagaimanakah kelihatannya kasih karunia dan kebenaran saat kita bertemu
orang lain di dunia sekuler zaman sekarang? Kasih dan kebenaran lebih terlihat seperti hubungan
pribadi daripada sebuah program rohani. Karikatur kekristenan yang rusak yang dipromosikan
melalui media rohani maupun sekuler akan sulit untuk dicabut dari orang-orang yang telah
mengeras karena telah pameran kebenaran yang keliru dalam kebudayaan, negara, dan juga gereja.
Metode penginjilan tradisional seperti traktat, acara-acara
massal, atau bahkan kampanye dari rumah ke rumah hanya akan berhasil
untuk persentasi kecil pencari kebenaran. Kurangnya pengetahuan dan konsep-konsep Alkitab
menciptakan tantangan besar untuk menjelaskan iman Kristen. Orang akan lebih waspada
“membeli” barang orang lain. Dan eksklusifitas Yesus sebagai Allah yang berinkarnasi, demikian
pula salib dan kebangkitan-Nya, terdengar tidak toleran dan kaku dalam dunia yang
kecanduan relativisme suara-suara relijius yang hanya dapat membuat seseorang merasa baik.
Menggunakan ajaran Yesus dalam Lukas 8:4-15, kita membutuhkan
“tanah yang baik” untuk “benih” Firman Allah agar dapat berakar dan bertumbuh
dalam hidup manusia. “Tanah yang baik” yang dapat menerima benih
Firman pada zaman sekarang sulit ditemukan di tempat kerja, kampus, atau di ruang tamu
tetangga. Murid Tuhan harus menabur benih kebenaran seluas mungkin mudah-mudahan, penuh sukacita,
dan kasih.
Dalam kesaksian kita tentang kasih karunia dan kebenaran
Yesus, kita harus mau menerima proses “menyiangi ladang”,
“membuang batu”, dan “membajak tanah” untuk mempersiapkan suatu tempat agar benih
Firman bertumbuh di “tanah yang baik”. Kita juga harus berdoa agar tidak ada “burung-burung”
yang akan mencuri benih tersebut. Jika kita yakin bahwa Allah berkarya melebihi setiap usaha
kita, kita akan mampu bekerja, menanti, dan berdoa.
---
Dikutip dari buku Iman di Saat Krisis (Paul Tokunaga
cs., 2010: hal. 35-36), seizin Literatur Perkantas.